Surya Utama Desak Pembentukan Satgas Anti-Bullying PPDS dan Serukan Perlindungan Calon Dokter Spesialis

Fraksipan.com — Anggota Komisi IX DPR RI, Surya Utama, menyerukan pembentukan Satgas Anti-Bullying di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menyusul maraknya kekerasan dan perundungan sistemik terhadap peserta didik. Dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan RI, Selasa (29/4/2025), ia menegaskan bahwa praktik kekerasan di dunia pendidikan kedokteran harus dihentikan secara serius melalui pendekatan lintas lembaga, termasuk melibatkan KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan DPR RI.

“Kasus-kasus bullying yang terus bermunculan di PPDS menunjukkan bahwa persoalan ini bukan insiden terisolasi, melainkan masalah sistemik. Sudah saatnya dibentuk Satgas Anti-Bullying yang secara serius menangani kasus-kasus ini dan memberikan efek jera,” ujar Surya.

Ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan dana beasiswa negara dalam program PPDS. Menurutnya, terdapat peserta beasiswa yang justru masih harus membayar uang dalam jumlah besar kepada senior, bahkan hingga ratusan juta rupiah. “Kalau beasiswa dari negara tapi tetap dimintai uang sampai ratusan juta, lalu ke mana dana itu mengalir? Ini alasan KPK harus turun tangan,” tegasnya.

Surya mengangkat dua kasus konkret sebagai contoh kekerasan brutal yang dialami peserta PPDS. Pertama, kasus Wildan Ahmad Furqon di RS Hasan Sadikin Bandung yang mengalami kekerasan fisik seperti push-up, jongkok, merangkak, hingga dipaksa membayar kebutuhan hiburan senior yang mencapai Rp 500 juta. Kedua, kasus dokter Marcel di UGM yang dipukuli beramai-ramai, ditampar, dan harus menyediakan mobil mewah untuk mengantar senior, hingga akhirnya mengundurkan diri dari pendidikan spesialisnya.

“Negara sedang sangat membutuhkan dokter-dokter spesialis, tapi bagaimana mungkin kita bisa mencetak mereka jika lingkungan pendidikannya justru tidak manusiawi?” tanya Surya retoris.

Ia menegaskan bahwa sanksi administratif seperti skorsing atau larangan mengajar tidak cukup untuk menghentikan kekerasan. Ia mendorong agar data kasus yang dimiliki Kementerian Kesehatan dibuka dan diserahkan ke penegak hukum agar pelaku diproses secara pidana.

“Kalau saja lima dokter pelaku bullying dijebloskan ke penjara setiap tahun, saya yakin itu akan jadi peringatan keras bagi yang lain. Kita percaya masih banyak dokter baik dan profesional, tapi kita tidak boleh membiarkan oknum merusak masa depan calon dokter spesialis Indonesia,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *