Sudding Soroti Keras Pelibatan TNI Amankan Kejaksaan: Tugas Keamanan Bukan Wewenang Militer

Fraksipan.com – Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, melontarkan kritik tajam terhadap kerja sama antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam hal pengamanan institusi Kejaksaan di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, pengerahan satu peleton untuk Kejaksaan Tinggi dan satu regu untuk Kejaksaan Negeri oleh prajurit TNI merupakan bentuk show of force yang tidak memiliki dasar urgensi yang jelas.

“(Saya) prihatin dengan adanya kerja sama dalam hal pengamanan ini. (Kejaksaan Tinggi) harus dijaga 1 peleton, (Kejaksaan Negeri) 1 regu dan segala macam oleh pihak TNI. Itu kan show of force. Ini ada apa?” ujar Sudding dalam wawancara bersama Raja Media Network, Kamis (15/5/2025).

Sudding menolak seluruh dalih yang diajukan Kejagung melalui Kapuspenkum Harli Siregar, termasuk anggapan bahwa TNI bisa ditugaskan dalam pengamanan objek vital strategis sebagai bagian dari operasi militer selain perang (OMSP), serta alasan keberadaan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) yang merupakan personel TNI aktif.

“Itu enggak ada relevansinya. Yang jelas TNI itu bukan tugasnya dalam hal menjaga keamanan, ketertiban, itu (tugas TNI) menyangkut masalah pertahanan. Tidak ada kondisi darurat di institusi Kejaksaan sehingga harus dijaga oleh satu regu, satu peleton (prajurit TNI),” tegas politisi PAN itu.

Lebih lanjut, Sudding menegaskan bahwa penanganan kasus mega korupsi yang tengah ditangani Kejagung tidak dapat dijadikan pembenaran untuk melibatkan militer. Ia menilai tugas pemberantasan korupsi merupakan ranah profesional Kejaksaan yang tidak perlu diperkuat oleh kehadiran TNI di luar konteks yang tepat.

“Itu memang tugas dia, dan laksanakan secara profesional,” kata Ketua DPW PAN Sulawesi Tengah tersebut.

Sarifuddin Sudding, yang juga berlatar belakang sebagai advokat, mengingatkan bahwa tanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban publik berada pada Kepolisian, sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

“Kalau ada yang mengganggu, minta bantuan pengamanan kepada Kepolisian,” ujarnya.

Ia pun meminta agar kerja sama Kejagung dan TNI dalam hal pengamanan ini ditinjau ulang karena berpotensi menciptakan kekacauan dalam tatanan ketatanegaraan serta menurunkan kepercayaan publik terhadap Kepolisian.

“Ini semakin membuat institusi Kepolisian di mata publik, tidak dipercaya dalam menjaga keamanan ketertiban. Di sisi lain juga memang, kita berharap institusi Kepolisian berbenah diri, melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional, tidak masa bodoh,” ujar Sudding.

Ia juga menyoroti banyaknya tugas pokok Kepolisian yang justru terbengkalai karena tergerus oleh tugas-tugas lain di luar kewenangannya.

“Karena banyak tugas-tugas kepolisian saat ini yang terabaikan dengan adanya, katakanlah, tugas-tugas lain di luar tugas pokok dan fungsinya yang diamanatkan oleh UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian,” tutupnya.

Sebelumnya, kebijakan pengamanan Kejaksaan oleh TNI merujuk pada Telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang diterbitkan pada 5 Mei 2025, serta Nota Kesepahaman (MoU) antara Kejagung dan TNI tertanggal 6 April 2023. Nota ini mencakup delapan ruang lingkup kerja sama, termasuk dukungan personel, pertukaran informasi hukum, hingga koordinasi teknis penyidikan dan penuntutan perkara koneksitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *